Sabtu, 15 Juni 2019

Hotel Kapsul


Hotel berkonsep satu tempat tidur satu ruang atau lebih dikenal dengan hotel kapsul sudah banyak di Indonesia. Dengan fasillitas standar seperti ada handuk, sikat gigi, sabun mandi dan shampo layaknya hotel berbintang. Tetapi dengan harga relatif lebih murah. Nah, kali ini kami berkesempatan untuk mencoba merasakan tidur di hotel kapsul yang ada di Yogya. Tepatnya ada di jalan Sosrowiajayan, The Capsule Malioboro Hotel and Cafe

Hotel yang dekat sekali dengan stasiun kereta api tugu. Kurang lebih 500m. Juga jalan Malioboro yang terkenal.dengan kuliner lesehannya di malam hari. 1 km dari tugu pal putih (Golong Gilig) di utara. Sebuah tempat menginap yang cukup strategis.




Menurut pengelola, Rizki, hotel baru beroprasi tanggal 1 Juni ini. Wah, masih baru nih. Semuanya serba minimalis. Memang seperti ini biasanya hotel berkonsep kapsul. Ruang tidur yang ditumpuk. Kamar mandi yang berbagi. Tentu untuk pria dan wanita terpisah.


Ruang dari penerima tamu langsung menuju kamar tidur. Kekiri untuk pria dan ke kanan, wanita. Selain ruang tidur, disediakan pula tempat menyimpan barang bawaan. Kamar mandi langsung bersebelahan dengan ruang tidur. Dipisahkan dengan sekat tembok. 



Ruang tidur berdimensi kurang lebih 2m x 1,2 m x1 m. Ada beberapa tombol pengatur didalamnya. Juga colokan usb untuk mengisi  ulang gadget. Di dalamnya ada tv ukuran 22 inc. Mengingat ruang tidak kedap suara, disediakan headset untuk mendengarkan. Sekaligus supaya tidak mengganggu tamu lainnya. Pengoperasian buka tutup dan menghidupkan listrik menggunakan kartu magnetik.






Sayang untuk colokan listrik langsung tidak ada di kapsul. Sehingga pengisian batre misal untuk kamera atau laptop harus dititipkan ke penerima tamu, untuk keamanan.

Cafe ada di sisi luar. Persis sebelum masuk ruang penerima tamu. Di hotel ini harga sewa sudah termasuk sarapan. Hal ini biasanya jarang mengingat hotel semacam ini umumnya untuk transit. Lahan parkir luas. Tempat untuk sholat ada dibelakang.




Bagi para traveler sendiri maupun yang suka touring dengan motor, baik berdua maupun solo, yang ingin melepas lelah sekaligus menyegarkan diri, tidak berlebihan jika mencoba menginap di sini.

Kamis, 13 Juni 2019

One Way

Foto taken by rama

Sistem satu arah diberlakukan mulai h-5 dan  h+2 saat lebaran 1440 H. Diberlakukan secara situasional. Artinya saat terjadi kepadatan sistem tersebut berlaku. Panjang pendek waktunya tergantung kondisi dilapangan.

Kami berangkat pada tanggal 3. 2 hari sebelum hari H. 


Foto taken by rama

Alhamdulillaah, selesai subuh dari Jakarta hingga Semarang lancar. Bisa ditempuh dalam waktu 6 jam. Di Semarang menyempatkan diri untuk menengok kerabat sekalian istirahat dan sholat. Lanjut kembali, menuju Yogya. Masih lewat tol, menuju Boyolali. Masih lancar.

Keluar Boyolali dipilih karena lalulintas dari Kartasura - Prambanan terpantau dari googlemap ada banyak hambatan. Dari Boyolali lewat alternatif menuju Klaten relatif lebih lancar.



Keluar tol menuju jalan alternatif, sekalian melewati alu-alun lor. Menyempatkan diri ambil gambar. Di alun-alun lor ada beberapa patung replika keajaiban dunia. Borobudur, Taj Mahal, Spinx.


Jalur pink adalah kedatangan dan hijau arah pulang Jakarta. Pada waktu balik, rupanya jalur alternatif sudah banyak yang mengetahui. Jadi lumayan padat. Cenderung banyak berhenti. maklum jalan kabupaten yang hanya cukup buat 2 kendaraan roda 4. Sehingga kami ambil arah lain. Jatinom ke utara. Jalan lumayan. Sepertinya masuk hutan atau semacam perkebunan.

Pada waktu mudik ini kami tak mengalami kemacetan yang berarti. Balik ke Jakarta setelah acara pertemuan keluarga, pada hari Sabtu 8 Juni. Diakhiri dengan penutupan makan siang bersama. Berangkat dari Yogya sekitar pukul 14.30.




Seperti biasa, kembali lewat tol. Boyolali sebagai titik awal. Prambanan sudah bisa dipastikan mengalami banyak kepadatan lallu lintas. Alternatif memang jadi pilihan. Sayangnya ternyata banyak yang  memilihnya. Walaupun tak ada kemacetan berarti tetapi banyak waktu yang terbuang karena kendaraan tak bisa melaju dengan cepat.


Dari Prambanan menuju Klaten terus kembali alternatif menuju boyolali. Sayang di Sala Tiga kami kena kemacetan. Walaupun bisa lewat alternatif tetap saja dikepung dengan kemacetan. Lewat alternatif Tuntang memutari Bawen. Pintu gerbang tol Bawen sudah banyak diserbu yang mau masuk tol. Kami menghindarinya. Lewat jalur reguler menuju Ungaran. Berjalan merayap.

 Sala Tiga
 
Alternatif Tuntang - Ambarawa
.Alternatif lingkar Ungaran


Sekitar Bergas kami mengambil jalan alternatif mengitari Ungaran. Setelah itu jalan sudah mengalir lancar, ramai. Sampai di Jomblang, Semarang sekitar jam 11.30. Istirahat di tempat kerabat.

Minggu 9 Juni berangkat dari Semarang jam 11.00 Ini karena mampir beli bandeng. Di toko sudah cukup ramai pembeli. Bahkan sudah pada antri di kasir.

Masuk tol Semarang, dialihkan lewat kaliwungu. Tentu ini untuk menghidari penumpukan di gerbang tol Kalikangkung. Lancar dan sudah berlaku one way.

Karena mengambil jalur kanan, kami tak bisa keluar di Ciperna untuk sholat. Di arahkan ke Plumbon. Di sini pun juga tidak bisa keluar dengan menggunakan kartu e-tol. Dari pada nanti masuk tol kembali mengalami kesulitan, kami minta ijin sholat di kantor pintu tol Plumbon.


Di Cikampek kami mengalami kemacetan. Keluar pada pintu di km 72 tol Cikampek. Kemacetan ini menjadi tontonan masyarakat sekitar.

Foto taken by Rama

Menuju kota sadang. Lewat jalur reguler. Alhamdulillaah, ada mesjid besar yang hampir selesai pembangunannya. Kami istirahat di situ. Waktu selepas isya. Beristirahat sampai jam 21.00




Makan dan menuju pintu tol Sadang. Karena kami mendapat berita tol dibuka one way sampai dengan Cawang. Sebelumnya hanya sampai Kalihurip km 70. Dalam kenyataannya hanya sampai Cikarang barat. Sampai rumah, Jakarta 03.15. One way untuk arus balik ini rupanya hanya memindahkan kemacetan karena semua menuju 1 titik. Berbeda dengan arus mudik.

Rabu, 12 Juni 2019

Teras Kaca


Sehari sebelum lebaran 1440 H, mencoba lokasi yang lagi rame dibicarakan. Menuju pantai gesing dengan obyeknya Teras Kaca. Sebuah tempat wisata yang menggunakan kaca sebagai tempat berpijaknnya untuk spot foto. Tempat ini buka dari jam 09.00 sampai 17.00 dengan harga tiket masuk 5k/orang.





Untuk spot foto ada yang berbayar dan ada yang gratis. Yang berbayar pun dihitung per orang dan ada waktunya. Dihitung permenit/orang. Hal ini tentu karena ada infrastruktur bangunan yang tidak murah sekaligus juga agar pengunjung tidak terkonsentarasi pada satu tempat.  







Mengingat tempatnya ada ditebing yang dibawahnya langsung laut selatan. Faktor keamanan jadi prioritas tentunya. Pada peak season, antrian bisa panjang untuk spot foto yang berbayar tersebut. Saat kami tiba di sana pukul 08.00, waktu buka tidak bisa dimajukan. Padahal sudah ada beberapa pengunjung yang datang lebih pagi dari kami. 


Jika di sini terasa kurang untuk pengambilan spot foto, bisa berpindah tempat. Disebelah Teras Kaca ada pantai Gesing. Jaraknya kurang lebih 200m kearah tenggaraBerbayar sekali untuk masuk dan parkir kendaraan. Spot foto juga berbayar hanya sekedar sebagai tanda terima kasih sudah dibuatkan tempat untuk berfoto. Lebih sangat ekonomis. 












Spot naik perahu, padahal perahunya ada di atas, tidak menyentuh air. Tipu-tipu dah.



Bahkan bisa bermain air di sini. Pastikan bawa pakaian pengganti. Karena biasanya tidak bisa menahan diri untuk bermain air. Kuliner disini juga lumayan dengan harga masuk akal.. Mau mengexplore tempat juga asik. Banyak tempat yang bisa dijelajahi guna mencari spot foto jika yang sudah ada masih kurang. Biar beda.